BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Istilah penyakit usus inflamasi (PUI)
digunakan untuk menentukan dua gangguan gastrointestinal inflamasi usus :
enteritis regional (penyakit Crohn atau kolitis garabulomatosus) dan kolitis
ulseratif.
Insiden penyakit usus inflamasi usus
kronis di Amerika Serikat diperkirakan 4% dan 10% , dengan 25.000 kasus baru
terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini tanpak lebih sering pada orang kaukasia
dan paling sering pada populasi yahudi. Riwayat penyakit ini pada keluarga
ditemukan pada 20% sampai 40% pasien.
Keyakinan sekarang adalah eteritis
regional dan kolitis ulseratif adalah kesatuan yang terpisah dengan etiologi
serupa. Keduanya dikarakteristikan dengan eksaserbasi dan remisi. Kedua
penyakit telah dihubungkan dengan abnormalitas kromosom spesifik. Masing-masing
penyakit dapat dicetuskan oleh agen lingkungan seperti pestisida, aditif
makanan, tembakau, dan radiasi. Pengaruh imunologi telah ditemukan melalui
penilitian yang menunjukan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada
orang dengan gangguan ini. Antibodi limfositotoksik telah ditemukan pada pasien
dengan penyakit usus inflamasi, tetapi penelitian lebih pasti perlu untuk
menghubungkan faktor imunologis dan lingkungan penelitian terbaru (Gitnick
1992) menunjukan mikrobakterium sebagai agens penyebab untuk penyakit ini.
Faktor psikologis juga telah diketahui.
Banyak individu dengan kolitis ulseratif ditemukan sebagai seseorang yang
tergantung atau perfeksionis pasif dan cemas pada ketenangan. Perilaku koping
sering tidak tepat dan dapat mencakup menarik diri, menyangkal dan respirasi.
Beberapa orang mengalami penurunan tingkat toleransi terhadap nyeri dan
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan kram usus dan diare. Beberapa praktisi
menduga bahwa sifat dan kepribadian adalah penyebab dari gejala penyakit,
tetapi penelitian klinis lebih diperlukan untuk menegakan hubungan sebab
akibat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
dimaksud penyakit crohn ?
2.
Bagaimana
patologi penyakit crohn ?
3.
Bagaimana
gambaran klinis penyakit chorn ?
4.
Apa penyebab dan
komplikasi penyakit crohn ?
5.
Bagaimana
diagnosis dan pengobatan penyakit crohn ?
6.
Bagaimana
penyimpangan KDM penyakit crohn ?
7.
Apa prioritas
masalah kesehatan penyakit crohn ?
8.
Bagaimana
perencanaan asuhan keperawatan penyakit crohn ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang penyakit crohn
2.
Untuk mengetahui
penyimpangan KDM penyakit crohn
3.
Untuk mengetahui
prioritas masalah kesehatan penyakit crohn
4.
Untuk mengetahui
perencanaan asuhan keperawatan penyakit crohn
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
Medis
1. Pengertian
Enteritis
regional,ileokolitis, atau penyakit crohn
merupakan suatu penyakit peradangan granulomaltosa kronis pada saluran
cerna yang sering terjadi berulang. Secara klasik penyakit ini menganai ileum
terminalis, walaupun dapat juga mengenai setiap saluran cerna. Penyakit ini
biasanya timbul pada orang dewasa muda dalam usia dekade kedua atau ketiga dan
lebih sering lagi terjadi dalam usia dekade keenam. Laki-laki dan perempuan
terserang dalam perbandingan yang kira-kitra sama. Penyakit corhn cenderung
bersifat familial dan paling sering terjadi pada kulit putih atau Yahudi.
Inflamasi pada penyakit
crohn timbul sebagai lesi granulomatosa berbatas tegas dengan pola
terpisah-pisah yang tersebar diseluruh bagian usus yang terkena. Di antara
daerah inflamasi terdapat jaringan usus yang normal. Pada inflamasi kronis,
timbul jaringan ikat dan fibrosis sehingga usus menjadi kaku tau tidak
fleksibel. Apabila fibrosis terjadi di usus halus, penyerapan zat gizi akan terganggu. Jika penyakit terlokalisasi
terutama dikolon, keseimbangan air dan elektrolit dapat terganggu. Saluran atau
fistula abnormal kadang-kadang terbentuk
antara bagian saluran cerna dan antara bagian saluran cerna dan saluran GI dan
vagina, kandung kemih atau rektum. Hal ini dapat menyebabkan malarbsobsi dan
infeksi.
2. Patofisiologi
Enteritis regional umumnya terjadi pada remaja atau
dewasa muda, tetapi dapat terjadi kapan sajaselama hidup. Keadaan ini sering
terlihat pada populasi lansia (50-80 tahun). Meskipun ini dapat terjadi di mana
saja disepanjang saluran gastrointestinal, area paling umum yang sering terkena
adalah ileum distal dan kolon. Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan
subakut yang meluas keseluruh lapisan dinding usus dari mukosa usus, ini
disebut juga transmural. Pembentukan fistula, fisura, dan abses terjadi sesuai
luasnya inflamasi kedalam peritoneum. lesi (ulkus) tidak pada kontak
terus-menerus satu sama lain dan dipisahkan oleh jaringan normal. Granuloma
terjadi pada setengah kasus. Pada kasus lanjut mukosa usus mempunyai penampilan
“cobblestone”. Dengan berlanjutnya penyakit, dinding usus menebal dan menjadi
fibrotic, dan lumen usus menyempit.
Enteritis regional mengenai ileum terminalis
pada sekitar 75% kasus, dan mengenai kolon pada sekitar
35% kasus. Esophagus dan lambung lebih jarang terserang penyakit ini. Dalam
beberapa keadaan, terjadi lesi “melompat”, yaitu bagian usus yang sakit
dipisahkan oleh daerah-daerah usus normal sepanjang beberapa inci atau kaki.
Lesi ini diduga mulai terjadi dalam kelenjar limfe
dekat usus halus, yang akhirnya menyumbat aliran saluran limfe. Selubung
submukosa usus jelas menebal akibat hyperplasia jaringan limfoid dan limfedema.
Dengan berlanjutnya proses patogenik, segmen usus yang terserang menebal
sedemikian rupa sehingga kaku seperti slang kebun. Lumen usus menjadi sangat
menyempit, sehingga hanya dilewati sedikit aliran barium, menimbulkan “tanda
senar (string sign)” yang terlihat pada pemeriksaan radiografi. Seluruh dinding
usus biasanya terserang. Mukosa sering kali meradang dan timbul tukak disertai
dengan eksudat putih berwarna abu-abu. Daerah yang bertukak ini memiliki
gambaran fisura dan granuloma batu koral
3. Gambaran Klinis
Gejala utama adalah
diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Sering pula didapatkan
malaise, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan mungkin terdapat demam
subfebris. Terjadi mendadak, dapat menyerupai obstruksi dan apendisitis.
Pada enteritis regional, awitan
gejala biasanya tersembunyi, dengan nyeri abdomen menetap dan diare yang tidak
hilang dengan defekasi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut dan
pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari
pencernaan usus atas melalui lumen terkontriksi, mengakibatkan nyeri abdomen
berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makanan, nyeri kram
terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung untuk
membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga
kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat
badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus di
lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan
rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis,
bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat terjadi akibat
absorpsi terganggu. Akibatnya adalah individu menjadi kurus karena masukan
makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terus menerus. Pada beberapa
pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses
anal dan intra-abdomen. Terjadi demam dan leukositosis. Abses, fistula, dan
fisura umum terjadi.
Perjalanan klinis dan gejala
bervariasi. Pada beberapa pasien terjadi periode remisi dan eksaserbasi,
sementara yang lain penyakitnya mengikuti beratnya penyebab.
Gejala meluas keseluruh saluran
gastrointestinal dan umumnya mencakup masalah sendi (arthritis), lesi kulit
(eritema nodosum), gangguan okuler (konjungtivitis), dan ulkus oral.
4. Etiologi & Komplikasi
Belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh
mikobakterium atipikal, measles, dan penyakit vascular. Kebiasaan merokok
meningkatkan risiko mendapat penyakit Crohn. Penyakit ini lebih sering
ditemukan di Negara maju.
Walaupun tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritis regional juga diduga
merupakan salah satu reaksi hipersensitifitas atau mungkin disebabkan oleh agen
infektif yang belum diketehui. Teori ini dikemukakan karena adanya lesi-lesi
granulomatosa yang mirip dengan lesi-lesi yang ditemukan pada lesi jamur dan
tuberculosis paru.
Terdapat beberapa persamaan yang menarik antara
enteritis regional dan colitis ulserativ. Keduanya adalah penyakit radang,
walaupun lesinya berbeda. Kedua penyakit ini bermanifestasi diluar saluran cerna
yaitu uveitis, arthritis, dan lesi kulit yang identik. Merokok adalah faktor
resiko terjadinya penyakit crohn, tetapi tidak pada colitis ulseratif
(Rubin,Hanauer,2000).
Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini
adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong
berisi nanah (abses).
Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang
berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus
dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus.
Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus)
merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
Jika
mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun,
resiko menderita kanker usus besar meningkat.
Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki
masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan
selaput lendir anus.
Penyakit
Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti
batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).
Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya
gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami :
-
peradangan sendi (artritis)
-
peradangan bagian putih mata (episkleritis)
-
luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)
-
nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan
-
luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya
gejala-gejala saluran pencernaan, penderita
masih bisa mengalami :
-
peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)
-
peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)
-
peradangan di dalam mata (uveitis) dan
- peradangan pada saluran empedu
(kolangitis sklerosis primer).
Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti
sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul
sama sekali.
Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.
Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.
5. Diagnosis &
Pengobatan
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut
yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga
memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi
penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:
-
anemia
-
peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih
-
kadar albumin yang rendah
-
tanda-tanda peradangan lainnya.
Barium enema bisa menunjukkan
gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar.
Jika masih belum pasti, bisa
dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk
memperkuat diagnosis. CT
scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses,
namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.
Pengobatan ditujukan untuk membantu
mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya.
ü
Kram dan diare bisa diatasi dengan
obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam
alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan
sebaiknya diminum sebelum makan.
ü
Untuk membantu mencegah iritasi anus,
diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja.
ü
Sering diberikan antibiotik berspektrum
luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama
jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan
metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk
jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika
obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini
dihentikan.
ü
Sulfasalazine dan obat lainnya dapat
menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini
kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.
ü
Kortikosteroid (misalnya prednisone),
bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan
memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan
kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis
tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian
dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
ü
Obat-obatan seperti azatioprin dan
mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk
penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan
terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang
panjang.
Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.
Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.
ü
Formula diet yang ketat, dimana
masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki
penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat
membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau
bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus,
untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit
Crohn.
ü
Bila usus tersumbat atau bila abses atau
fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan
pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat
meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
ü
Peradangan cenderung kambuh di daerah
sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan
kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau
terjadi kegagalan terapi dengan obat.
B.
Penyimpangan KDM
Enteritis Regional
C.
Prioritas Masalah Keperawatan
11)
Mengontrol diare, meningkatkan fungsi usus optimal.
Intervensi
:
Mempertahankan pola
eleminasi normal. Perawat menentukan apakah terdapat hubungan antara diare
dengan makanan tertentu, aktivitas, atau stress emosi. Dalam hal ini perawat
mengidentifikasi adanya faktor pencetus, frekuensi defekasi, dan karakter,
konsistensi, serta jumlah feses yang dikeluarkan. Kesiapan akses ke kamar mandi
atau bedpan diberikan, dan lingkungan dipertahankan bersih dan bebas bau.
Obat-obat anti diare diberikan sesuai program, dan frekuensi serta konsistensi
feses dicatat setelah terapi dimulai. Tirah baring dianjurkan untuk menurunkan
peristaltik,
22)
Meminimalkan mencegah komplikasi
Intervensi
:
Memantau
dan mengatasi komplikasi potensial. Kadar elektrolit serum dipantau setiap hari
bukti adanya disripmia atau perubahan pada tingkat kesadaran dilaporkan dengan
segera. Penggantian elektrolit diberikan sesuai program.
34)
Meminimalkan stress mental/emosi
Intervensi
:
Tindakan koping. Karena
pasien merasa terisolasi, tidak berdaya, dan diluar kontrol, pemahaman dan
dukungan emosi sangat penting. Pasien dapat berespon terhadap stress dalam
berbagai cara seperti marah, menyangkal, dan mengisolasi diri dari lingkungan
sosial
43)
Memberikan info tentang proses penyakit, kebutuhan
pengobatan, dan aspek jangka panjang atau potensial komplikasi berulangnya
penyakit.
Intervensi
:
Pendidikan pasien dan
pertimbangan perawatan dirumah. Pemahaman pasien tentang proses penyakit dan
kebutuhan akan informasi tambahan tentang penatalaksanaan medis (obat-obatan,
diet) dan intervensi bedah harus dikaji. Informasi tentang penatalaksanaan
nutrisi diberikan. Diet saring, rendah sisa, tinggi protein, tinggi kalori, dan
tinggi vitamin menghilangkan gejala dan menurunkan diare. Pasien dilingkungan
rumah perlu informasin tentang obat-obatan mereka (nama, dosis, efek samping,
frekuensi pemberian) dan kebutuhan menggunakan obat-obatan sesuai jadwal. Wadah
yang memisahkan pil sesuai dengan hari, waktu, dan daftar cek harian akan
membantu pasien untuk mengingat obat-obat yang dimilikinya.
Sifat
jangka panjang dari penyakit sering menimbulkan ketegangan dalam kehidupan
keluarga dan sumber finansial. Dukungan keluarga adalah penting namu beberapa
anggota keluarga mengalami kemarahan rasa bersalah, keletihan, dan ketidak
mampuan untuk melanjutkan koping terhadap kebutuhan emosi dan fisik.
D.
Perencanaan Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
1. Identitas Pasien.
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, status marital, suku, keluarga/orang terdekat, alamat, nomor register.
2.
Riwayat kesehatan diambil untuk
mengidentifikasi awitan,durasi, dan karakteristi nyeri abdomen ; adanya diare
atau dorongan fekal, mengejan saat defekasi atau tenesmus, mual, anoreksia, tau
penurunan berat badan ; dan riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi.
Pola diet yang didiskusikan mencakup jumlah alkohol, kafein, dan nikotin yang
digunakan setiap hari dan setaip minggu.
3. Pengkajian
pola eliminasi usus mencakup karakter, frekuensi, dan adanya darah, pus, lemak,
atau mukus. Alergi penting untuk dokumentasi, khususnya intoleransi usus atau
laktosu. Pasien dapat menunjukan gangguan pola tidur bila diare atau nyeri terjadi pada malam hari.
4. Pengkajian
objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya
; palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan, atau nyeri ; dan inspeksi
kulit terhadap bukti adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi. Feses
diinspeksi terhadap adanya darah dan mukus. Pada enteritis regional, nyeri
biasanya terlokalisasi pada kuadran kanan bawah dimana bising usus hiperaktif
dapat didengar karena borborigimus (bising usus gemuruh yang disebabkan oleh
pasase gas melewati usus) dan peningkatan peristaltik. Nyeri tekan abdomen
terlihat pada palpasi. Gejala paling utama adalah nyeri intermiten yangterjadi
pada diare tetapi tidak hilang setelah defekasi. Nyeri pada daerah
periumbilikal biasanya menunjukan keterlibatan ileum terminalis.
b.
Diagnosa
Berdasarkan
pada semua data pengkajian, diagnosa perawatan utama mencakup yang berikut:
1) Diare
Berhubungan dengan peristaltik meningkat
2) Nyeri
Berhubungan dengan: Pembentukan granuloma dan jaringan
parut
3) Nutrisi
kurang dari kebutuhan. Berhubungan
dengan malabsorbsi
nutrien
4) Peningkatan
suhu tubuh. Berhubungan dengan
peradangan usus
5) Berhubungan dengan: berkurangnya informas,
Kurang pengetahuan
6) Koping
tidak efektif Berhubungan dengan: krisis situasi
7) Ansietas
Berhubungan dengan: ancaman terhadap perubahan status
kesehatan
8) Ganguan
aktivitas Berhubungan dengan
keletihan
|
c.
Intervensi Keperawatan
Menghilangkan nyeri. Karakter nyeri
digambarkan sebagai tumpul, rasa terbakar atau seperti kram. Apakah awitannya
berkaitan dengan sebelum atau setelah makan, selama malam hari, atau sebelum
eliminasi ? apakah polanya konstan atau
intermiten ? Apakah hilang dengan obat-obatan?
Mempertahankan masukan cairan. Untuk
mendeteksi kekurangan cairan, mempertahankan catatan akurat tentang cairan oral
dan intravena serta haluarannya (urine, Feses cair, muntah, drainase luka atau
fistula). Penimbangan berat badan setiap hari dipantau karena hal ini dapat
menunjukkan adanya penambahan atau kehilangan cairan yang terjadi secara cepat.
Tindakan nutrisional. Nutrisi
parenteral total (NPT) digunakan bila gejala penyakit usus inflamasi bertambah
berat dengan NPT, perawat dapat mempertahankan catatan akurat tentang masukan
dan haluaran cairan serta berat badan pasien setiap hari. Berat badan pasien
harus meningkat 0,5 kg setiap hari selama terapi. Urine diuji setiap hari
terhadap adanya glukosa, aseton, dan berat jenis bilan NPT digunakan. Pemberian
makan yang tinggi protein, rendah lemak, dan residu dilakukan setelah terapi
NPT karena makanan ini dicerna terutama pada jejunum, tidak merangsang sekresi
usus, dan memungkinkan usus beristirahat.
Meningkatkan istirahat. Periode
istirahat intermiten selama siang hari dianjurkan dan aktivitas dijadwalkan
dan/atau dibatasi untuk menghemat energi dan mengurangi laju metabolik.
Mengurangi ansietas. Hubungan dapat
dibuat dengan memberikan perhatian, menunjukkan sikap tenang dan percaya diri.
Berikan waktu pada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan mengekspresikan
perasaan. Mendengarkan dengan cermat dan peka terhadap indicator non ferbal
dari ansietas (gelisah, ekspresi wajah tenang) akan sangat membantu. Pasien mungkin secara emosi labil akibat
dari penyakit, sehngga informasi tentang rencana pembedahan harus disampaikan
dan dijelaskan sesuai tingkat pemahaman dan kebutuhan pasien.
.
Mencegah kerusakan kulit. Kulit pasien
harus sering diperiksa, khususnya kulit perianal. Perawatan perianal, mencakup
penggunaan barier kulit, diberikan setelah setiap defekasi. Area kemerahan atau
teriritasi diatas tonjolan tulang harus diberikan perhatian segera. Alat
pengurang-tekanan harus digunakan untuk menghindari kemungkinan kerusakan
kulit. Konsultasi dengan ahli perawatan luka atau ahli terapi enterostoma
sering membantu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Enteritis
regional,ileokolitis, atau penyakit crohn
merupakan suatu penyakit peradangan granulomaltosa kronis pada saluran
cerna yang sering terjadi berulang. Secara klasik penyakit ini menganai ileum
terminalis, walaupun dapat juga mengenai setiap saluran cerna.
Etiologi enteritis
regional tidak diketahui. Walaupun tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritia
regional diduga marupakan suatu reaksi hipersensitivitas atau mungkin
disebabkan oleh agen infektif hyang belum diketahui. Teori-teori ini
dikemukakan karena adanya lesi-lesi granulomatosa yang mirip dengan lesi-lesi
yang ditemukan pada lesi jamur dan tuberkolosis paru.
Manifestasi klinis yaitu:
~
Diare
~
Nyeri
abdomen
~
Malaise
~
Penurunan
berat badan
~
Kehilangan
nafsu makan
~
Mual,
muntah
~
Demam(
peningkatan suhu tubuh)
~
Steatore
B.
SARAN
Semoga dalam pembuatan
makalah ini kami sebagai penyusun makalah serta para pembaca lebih dapat
memahami apa penyakit Crohn
itu dan
berbagai hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut, seta dapat memberikan asuhan keperawatan terhadap
penyakit ini dengan tepat. Pada akhirnya saran beserta kritik
kami harapkan guna penyempurnaan makalah
selanjutnya, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin
3 komentar:
Mari baca testimoni pesakit Crohns Disease yang semakin sihat dan disahkan hamil selepas 5 tahun menanti
http://www.freevitamin.my/2013/11/testimoni-vivix-pesakit-crohns-disease.html
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/
Saya penghidap crohns sejak 2 tahun lepas dan menghentikan rawatan sejak Mei yang lalu. Adakah bahaya bagi saya kerana sekarang saya sedang mengandung anak yang ke 3.
Posting Komentar